Tak Habis-habis soal Tom Lembong Diungkit Hotman Paris

Posted on

Pengacara Hutapea berulang kali membawa-bawa nama mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Hotman kerap mengungkit kasus yang dialami Tom saat membela kliennya, baik dalam kasus korupsi gula ataupun korupsi laptop.

Dirangkum infocom, Jumat (12/9/2025), Tom Lembong sempat divonis 4,5 tahun penjara karena dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi impor gula. Hakim menyatakan perbuatan Tom menyebabkan kerugian negara Rp 194 miliar yang menurut hakim merupakan keuntungan yang seharusnya didapatkan PT PPI selaku BUMN.

Majelis hakim menyatakan Tom Lembong tak menikmati hasil korupsi tersebut. Hakim tak membebankan uang pengganti terhadap Tom Lembong. Vonis itu langsung dilawan Tom Lembong dengan mengajukan banding.

Permohonan banding Tom Lembong didaftarkan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (22/7/2025). Masib Tom Lembong berubah mendadak pada Kamis (31/7). Pemerintah dan DPR sepakat memberikan abolisi bagi Tom Lembong.

Pemberian abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto itu membuat proses peradilan terhadap Tom Lembong, yang telah mengajukan banding, dihentikan. Tom pun bebas dari Rutan Cipinang pada Jumat (1/8).

Bebasnya Tom Lembong dari penjara ini pernah dijadikan Hotman alasan meminta hakim menunda persidangan kasus dugaan korupsi gula dengan terdakwa Direktur Utama PT Angels Products, Tony Wijaya, pada Selasa (5/7). Saat itu, Hotman mengatakan sidang kliennya harus ditunda hingga ada keputusan untuk melanjutkan proses hukum dari Jaksa Agung.

Namun, permintaan itu ditolak hakim. Majelis hakim menilai Kejagung telah menegaskan proses hukum terhadap terdakwa lain di kasus korupsi gula berlanjut dengan kehadiran jaksa di ruang sidang.

Terbaru, Hotman kembali membawa-bara nama Tom Lembong dalam sidang Tony yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakpus, Jumat (12/9). Hotman mengatakan dakwaan hingga vonis terhadap Tom salah.

Momen itu terjadi saat jaksa menghadirkan mantan Deputi Bidang Usaha Industri Argo dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro, sebagai saksi. Hotman, yang mendapat kesempatan bertanya kepada saksi, mengawali pertanyaannya dengan menyebut vonis bersalah yang dijatuhkan hakim terhadap Tom salah total. Dia mengatakan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) membeli gula bukan dari petani tebu, melainkan perusahaan swasta.

“BPKP menghitung kerugian negara dengan berdasarkan kepada harga HPP ini, harga patokan petani. Padahal PPI, BUMN PPI tidak membeli dari petani. Jadi, kalau itu saja dibenarkan, itu aja ditempatkan peraturan tidak ada kerugian negara. Itu loh yang mau saya tekankan di sini, karena di luaran sana, 10 BUMN bebas menjual dengan harga lelang, harga pasar,” kata Hotman saat bertanya kepada Wahyu.

“Dan yang dibeli oleh PPI adalah bukan dari petani ini, tapi dari 8 importir swasta, sedangkan harga patokan petani ini hanya untuk kalau petani yang jual. Jadi surat dakwaan apa pun, termasuk putusan majelis terhadap Tom Lembong sebelumnya, sudah jelas-jelas salah total,” imbuhnya.

Ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika kemudian memotong ucapan Hotman. Hakim meminta Hotman fokus bertanya kepada saksi Wahyu.

“Silakan untuk pertanyaan penasihat hukum. Untuk kesimpulan Saudara, silakan nanti diajukan pada nota pleidoi atau pembelaan,” ujar hakim.

Hakim meminta pendapat atau kesimpulan Hotman terkait perkara ini disampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoi. Hakim mengatakan Wahyu dihadirkan sebagai saksi untuk didalami pengetahuan yang dilihat dan didengarnya terkait perkara ini.

“Ya di sini kita perlu fakta ataupun pengetahuan saksi dari yang dialami, dilihat sendiri maupun didengar langsung,” ujar hakim.

Hotman Samakan Kasus Nadiem dengan Tom Lembong

Hotman juga mengungkit Tom Lembong saat memberi komentar membela mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang merupakan salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Hotman merupakan pengacara Nadiem.

“Tidak ada satu sen pun, baik dari segi bukti rekening bank maupun dari segi saksi, yang menyatakan Nadiem pernah terima uang, tidak ada,” kata Hotman dalam jumpa pers di kawasan Jakarta Pusat, Senin (8/9).

“Jadi persis sama dengan kasus Tom Lembong ya itu dulu,” sambungnya.

Hotman mempertanyakan dasar penetapan Nadiem sebagai tersangka. Dia mengatakan tak ada bukti Nadiem melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara.

“Dari segi unsur memperkaya diri belum terbukti, kan korupsi itu kan harus memperkaya diri atau memperkaya orang lain. Jadi untuk memperkaya diri belum ada bukti,” ucap Hotman.

Hotman menyebutkan BPKP juga sudah mengaudit dua kali pengadaan laptop era Nadiem di 22 provinsi. Dari hasil audit itu, kata Hotman, BPKP menyatakan tak ada temuan pelanggaran.

Dia juga menyebut prosedur pengadaan laptop Chromebook melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dia mengatakan seluruh produknya dipaparkan secara transparan di e-catalog.

“Di sini Anda bisa lihat disini bahwa di dalam harga awal Rp 6.499.000 per lektor di LKPP itu yang untuk untuk pengadaan 2021-2022 dan setelah dinego hasilnya adalah Rp 5.800.000,” kata Hotman.

“Dari Rp 6.499.000 menjadi Rp 5.800.000 berkurang hampir Rp 700 ribu. Cuma tiap jenis laptop memang berbeda-beda, tapi semuanya terjadi penurunan. Ini hasil audit dari BPKP,” lanjut dia.

Kubu Tom Lembong Ogah Disamakan

Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, membalas Hotman. Dia mengatakan kasus yang menjerat Tom Lembong dan Nadiem tak bisa disamakan.

Sedangkan kasusnya Nadiem, menurut kami saat ini, kasusnya berbeda dengan kasusnya Pak Tom. Jadi tidak bisa disetarakan,” kata Ari Yusuf Amir, Jumat (12/9/2025).

Ari mengatakan ada atau tidaknya niat jahat atau mens rea Nadiem dalam kasus itu harus dibuktikan dalam persidangan. Menurut Ari, klaim tak ada aliran dana yang diterima Nadiem tak bisa hanya didasarkan pada asumsi.

“Soal mens rea-nya Nadiem, ada atau tidaknya, silakan dibuktikan di persidangan, jangan hanya jadi asumsi-asumsi opini, tanpa diikuti pembuktian secara hukumnya,” ujarnya.

Simak juga Video Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong: Ia Tak Pernah Terima Uang

Bebasnya Tom Lembong dari penjara ini pernah dijadikan Hotman alasan meminta hakim menunda persidangan kasus dugaan korupsi gula dengan terdakwa Direktur Utama PT Angels Products, Tony Wijaya, pada Selasa (5/7). Saat itu, Hotman mengatakan sidang kliennya harus ditunda hingga ada keputusan untuk melanjutkan proses hukum dari Jaksa Agung.

Namun, permintaan itu ditolak hakim. Majelis hakim menilai Kejagung telah menegaskan proses hukum terhadap terdakwa lain di kasus korupsi gula berlanjut dengan kehadiran jaksa di ruang sidang.

Terbaru, Hotman kembali membawa-bara nama Tom Lembong dalam sidang Tony yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakpus, Jumat (12/9). Hotman mengatakan dakwaan hingga vonis terhadap Tom salah.

Momen itu terjadi saat jaksa menghadirkan mantan Deputi Bidang Usaha Industri Argo dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro, sebagai saksi. Hotman, yang mendapat kesempatan bertanya kepada saksi, mengawali pertanyaannya dengan menyebut vonis bersalah yang dijatuhkan hakim terhadap Tom salah total. Dia mengatakan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) membeli gula bukan dari petani tebu, melainkan perusahaan swasta.

“BPKP menghitung kerugian negara dengan berdasarkan kepada harga HPP ini, harga patokan petani. Padahal PPI, BUMN PPI tidak membeli dari petani. Jadi, kalau itu saja dibenarkan, itu aja ditempatkan peraturan tidak ada kerugian negara. Itu loh yang mau saya tekankan di sini, karena di luaran sana, 10 BUMN bebas menjual dengan harga lelang, harga pasar,” kata Hotman saat bertanya kepada Wahyu.

“Dan yang dibeli oleh PPI adalah bukan dari petani ini, tapi dari 8 importir swasta, sedangkan harga patokan petani ini hanya untuk kalau petani yang jual. Jadi surat dakwaan apa pun, termasuk putusan majelis terhadap Tom Lembong sebelumnya, sudah jelas-jelas salah total,” imbuhnya.

Ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika kemudian memotong ucapan Hotman. Hakim meminta Hotman fokus bertanya kepada saksi Wahyu.

“Silakan untuk pertanyaan penasihat hukum. Untuk kesimpulan Saudara, silakan nanti diajukan pada nota pleidoi atau pembelaan,” ujar hakim.

Hakim meminta pendapat atau kesimpulan Hotman terkait perkara ini disampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoi. Hakim mengatakan Wahyu dihadirkan sebagai saksi untuk didalami pengetahuan yang dilihat dan didengarnya terkait perkara ini.

“Ya di sini kita perlu fakta ataupun pengetahuan saksi dari yang dialami, dilihat sendiri maupun didengar langsung,” ujar hakim.

Hotman Samakan Kasus Nadiem dengan Tom Lembong

Hotman juga mengungkit Tom Lembong saat memberi komentar membela mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim yang merupakan salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Hotman merupakan pengacara Nadiem.

“Tidak ada satu sen pun, baik dari segi bukti rekening bank maupun dari segi saksi, yang menyatakan Nadiem pernah terima uang, tidak ada,” kata Hotman dalam jumpa pers di kawasan Jakarta Pusat, Senin (8/9).

“Jadi persis sama dengan kasus Tom Lembong ya itu dulu,” sambungnya.

Hotman mempertanyakan dasar penetapan Nadiem sebagai tersangka. Dia mengatakan tak ada bukti Nadiem melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain maupun korporasi sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara.

“Dari segi unsur memperkaya diri belum terbukti, kan korupsi itu kan harus memperkaya diri atau memperkaya orang lain. Jadi untuk memperkaya diri belum ada bukti,” ucap Hotman.

Hotman menyebutkan BPKP juga sudah mengaudit dua kali pengadaan laptop era Nadiem di 22 provinsi. Dari hasil audit itu, kata Hotman, BPKP menyatakan tak ada temuan pelanggaran.

Dia juga menyebut prosedur pengadaan laptop Chromebook melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dia mengatakan seluruh produknya dipaparkan secara transparan di e-catalog.

“Di sini Anda bisa lihat disini bahwa di dalam harga awal Rp 6.499.000 per lektor di LKPP itu yang untuk untuk pengadaan 2021-2022 dan setelah dinego hasilnya adalah Rp 5.800.000,” kata Hotman.

“Dari Rp 6.499.000 menjadi Rp 5.800.000 berkurang hampir Rp 700 ribu. Cuma tiap jenis laptop memang berbeda-beda, tapi semuanya terjadi penurunan. Ini hasil audit dari BPKP,” lanjut dia.

Kubu Tom Lembong Ogah Disamakan

Pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, membalas Hotman. Dia mengatakan kasus yang menjerat Tom Lembong dan Nadiem tak bisa disamakan.

Sedangkan kasusnya Nadiem, menurut kami saat ini, kasusnya berbeda dengan kasusnya Pak Tom. Jadi tidak bisa disetarakan,” kata Ari Yusuf Amir, Jumat (12/9/2025).

Ari mengatakan ada atau tidaknya niat jahat atau mens rea Nadiem dalam kasus itu harus dibuktikan dalam persidangan. Menurut Ari, klaim tak ada aliran dana yang diterima Nadiem tak bisa hanya didasarkan pada asumsi.

“Soal mens rea-nya Nadiem, ada atau tidaknya, silakan dibuktikan di persidangan, jangan hanya jadi asumsi-asumsi opini, tanpa diikuti pembuktian secara hukumnya,” ujarnya.

Simak juga Video Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong: Ia Tak Pernah Terima Uang