Teknologi Dominasi Rencana Pembangunan Lima Tahun China

Posted on

Dalam sebuah pertemuan tertutup di Beijing pekan ini, Komite Sentral Partai Komunis Cina merancang cetak biru pembangunan ekonomi nasional selama lima tahun ke depan, di tengah ragam masalah struktural, yang menurut para analis, perlu segera ditangani.

Pemerintah Cina kini merespon dengan mencanangkan prioritas pada pertumbuhan industri berteknologi tinggi, sembari merangsang daya beli konsumen di dalam negeri.

Selama berpuluh tahun, ekonomi terbesar kedua di dunia ini mengandalkan perdagangan ekspor dan investasi infrastruktur, sementara pilar ketiga ekonomi, yaitu konsumsi domestik, cendrung diabaikan.

Tapi ketika kegiatan ekspor dan pembangunan infrastruktur di Cina saat ini mulai melambat, peran konsumsi domestik menjadi semakin krusial.

“Suasana di kalangan konsumen dan keluarga di Cina sangat suram,” kata Alexander Brown, analis Cina dari Mercator Institute of China Studies (MERICS), sebuah think tank yang berbasis di Berlin.

“Namun demikian, Beijing akan menggelontorkan uang terutama untuk modernisasi industri mengingat situasi geopolitik saat ini dan tujuan Cina untuk ketahanan ekonomi,” imbuhnya, merujuk pada perang dagang dengan Amerika Serikat.

Di seberang Samudera Pasifik, Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump menjegal akses menuju teknologi semikonduktor, yang dibutuhkan industri strategis berbasis kecerdasan buatan atau AI. Chip paling canggih masih dibuat oleh perusahaan AS seperti Nvidia, yang menjadi episentrum tarik ulur politik larangan ekspor teknologi tinggi ke Cina.

Bagi Cina, mengembangkan kedaulatan semikonduktor sangat penting. Minggu lalu, Trump juga memperbarui ancaman tarif tiga digit terhadap impor Cina, setelah Beijing mengisyaratkan akan semakin membatasi ekspor mineral tanah jarang.

Seiring upaya Washington mendepak Cina dari ekosistem teknologi tinggi yang dipimpin AS, persaingan geopolitik menjadi perhatian yang lebih besar bagi Beijing dibandingkan masalah struktural ekonomi, kata Chen Bo, peneliti senior di East Asian Institute, National University of Singapore, kepada Reuters.

Chen mengatakan dokumen kebijakan yang akan keluar dari sesi pleno yang dijadwalkan berakhir pada 23 Oktober itu akan “menekankan, dan menekankan kembali, dukungan untuk riset berteknologi tinggi dan pengembangan industri.”

Analis itu mengatakan manufaktur tetap menjadi “prioritas utama” dalam hal kekuatan ekonomi Cina.

“Ketika konflik muncul, yang paling penting pada akhirnya adalah manufaktur, bukan jasa,” kata Chen.

Namun, mendukung pengembangan industri berteknologi tinggi dengan dukungan pemerintah berarti akan ada lebih sedikit sumber daya yang dapat dialokasikan untuk merangsang pengeluaran konsumen.

Pada Juli, Presiden Cina Xi Jinping menekankan dalam sebuah pidato bahwa dunia “sedang mengalami perubahan paling mendalam dalam satu abad, dengan revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi serta persaingan antara kekuatan besar semakin saling terkait.”

Xi juga memperbarui seruannya agar Cina mengambil peran utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Cina sudah menjadi pemimpin dunia di sektor-sektor seperti mobilitas listrik dan energi terbarukan.

Dan, kecuali untuk beberapa bidang seperti semikonduktor dan penerbangan komersial, Cina hampir sepenuhnya membangun rantai pasokannya sendiri di dalam negeri.

Cina juga terus meningkatkan investasinya di industri berteknologi tinggi untuk semakin memperkuat kedaulatan ekonominya dan mengurangi ketergantungan pada sedikit sektor di mana negara itu belum mendominasi.

Namun, Beijing tidak sepenuhnya menyerah untuk menangani masalah struktural dalam ekonominya.

Pada sesi Kongres Rakyat pada September lalu, dibahas bagaimana meningkatkan pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh rumah tangga swasta dan pangsa konsumsi dalam ekonomi.

Konsumsi swasta di Cina saat ini hanya sekitar 40% dari output ekonomi, jauh lebih rendah dibandingkan 60% di negara-negara Barat, di AS, angkanya bahkan mencapai 70%.

Beberapa lembaga riset Cina telah mengusulkan peningkatan konsumsi swasta hingga 50% dalam 10 tahun ke depan. Dalam beberapa bulan terakhir, Beijing telah mengumumkan langkah-langkah seperti subsidi konsumen, kenaikan pensiun, dan tunjangan perawatan anak, serta melakukan beberapa perbaikan pada jaminan sosial.

Analis MERICS Brown percaya langkah-langkah ini pada dasarnya “terpaksa” dilakukan karena masalah seperti perubahan demografis, kelebihan kapasitas, dan menurunnya ekspor.

“Saya percaya bahwa langkah-langkah seperti ini, meskipun tidak banyak, akan terus diambil dalam lima tahun ke depan,” katanya kepada DW.

Larry Hu, kepala ekonom Cina di Macquarie Group, mengatakan kepada Reuters bahwa ia memperkirakan Beijing akan mengambil tindakan untuk merangsang konsumsi domestik ketika menjadi jelas bahwa permintaan eksternal telah cukup menurun sehingga mengancam target pertumbuhan.

“Jika Anda hanya mengandalkan permintaan eksternal dan permintaan domestik tidak berjalan, maka akan ada masalah pengangguran dan juga deflasi,” katanya. “Jika terus seperti ini satu atau dua tahun, masih oke. Tapi dalam jangka panjang, ini pasti akan menjadi masalah.”

Bagaimanapun, merangsang konsumsi domestik sama sekali tidak murah, terutama pada saat kemampuan finansial Beijing sudah terbatas karena krisis properti, tingginya tingkat utang, dan pertumbuhan yang lebih rendah.

Menurut Citigroup, pemerintah Cina perlu menginvestasikan 20 triliun yuan (setara Rp46,6 kuadriliun) dalam lima tahun ke depan untuk benar-benar menangani ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan dalam ekonomi Cina. Ini setara dengan 15% dari PDB Cina pada 2024.

Analis Brown dari MERICS mengatakan bahwa untuk saat ini, ini berarti Beijing akan memprioritaskan pengalokasian sumber daya ke industri, tempat mereka melihat peluang pertumbuhan saat ini.

“Mereka akan terus menginvestasikan sumber daya terutama di industri teknologi di mana ada kesempatan untuk menjadi pemimpin dunia. Harapannya, pencapaian ini akan menghasilkan banyak uang. Uang ini, atau pendapatan pajak, kemudian pada akhirnya dapat didistribusikan ke seluruh sistem ekonomi,” katanya.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rahka Susanto
Editor: Rizki Nugraha

Lihat juga Video ‘Taman Jodoh di China, Bisa Promosi Pakai CV’:

Tekanan dari seberang Pasifik

Mengincar kedaulatan semikonduktor

Subsidi demi merangsang konsumsi?