Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan bertemu dengan Presiden Cina, Xi Jinping, minggu depan di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan, yang akan berlangsung dari 30 Oktober hingga 1 November. Kabar kehadiran Xi Jinping di KTT APEC juga dikonfirmasi oleh kantor berita resmi Xinhua pada Jumat (24/10).
Trump sebelumnya sempat mengancam membatalkan pertemuan akibat eskalasi perang dagang, tetapi kini berharap dapat mencapai “kesepakatan tentang segalanya” dengan Xi. Pertemuan ini juga diharapkan membahas pengaruh Cina terhadap konflik global lain, termasuk perang di Ukraina.
Upaya diplomatik ini terjadi di tengah lonjakan ketegangan terbaru, termasuk pengumuman Cina terkait kontrol industri logam tanah jarang dan ancaman AS terhadap tarif 100 persen. Meski demikian, pejabat dari kedua negara menekankan pentingnya dialog dan solusi damai, dengan tujuan menjaga stabilitas ekonomi global.
Meski digadang-gadang sebagai langkah diplomatik untuk meredakan ketegangan dagang yang telah berlangsung sepanjang tahun ini, para analis menekankan bahwa pertemuan ini lebih merupakan titik data dalam proses yang sedang berlangsung, bukan sebagai titik balik besar dalam hubungan kedua negara. Namun, jika berhasil, langkah-langkah diplomatik antara Trump dan Xi ini dapat menjadi dasar untuk meredakan ketegangan dagang yang telah mempengaruhi rantai pasok global dan investasi internasional.
Sebelum rencana pertemuan Trump dan Xi di KTT APEC, Wakil Perdana Menteri Cina He Lifeng bertemu dengan pejabat AS di Malaysia dari 24 hingga 27 Oktober. Pertemuan ini menjadi bagian dari beberapa putaran negosiasi sebelumnya yang bertujuan menyelesaikan isu-isu penting dalam hubungan ekonomi dan perdagangan kedua negara.
Menteri Perdagangan Cina Wang Wentao mengatakan bahwa pertemuan sebelumnya menunjukkan bahwa “Cina dan Amerika Serikat sepenuhnya bisa menemukan cara untuk menyelesaikan kekhawatiran masing-masing.”
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Ia menambahkan bahwa kedua negara dapat “menemukan cara yang benar untuk hidup berdampingan, dan mempromosikan perkembangan hubungan ekonomi Cina-AS yang sehat, stabil, dan berkelanjutan melalui saling menghormati dan konsultasi setara.”
Pertemuan di Malaysia ini dilakukan setelah percakapan telepon yang digambarkan sebagai “jujur, mendalam, dan konstruktif” antara Delegasi Cina dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent. Pertemuan sebelumnya di Jenewa, London, Stockholm, dan Madrid telah mencoba membangun kesepakatan yang lebih permanen, meskipun gencatan tarif sementara masih rapuh.
Para pedagang saham menyambut kabar pertemuan ini dengan antusias, dengan ketiga indeks utama Wall Street ditutup menguat signifikan dan mendekati rekor. Asia pun menunjukkan penguatan: Tokyo naik lebih dari satu persen, sementara Hong Kong, Shanghai, Seoul, Singapura, Bangkok, dan Indonesia berada di wilayah positif, meski Sydney, Manila, dan Mumbai turun. London, Paris, dan Frankfurt juga dibuka dengan penguatan.
Perusahaan teknologi kembali menjadi salah satu sektor terbaik, didorong oleh perkiraan pendapatan yang kuat dari Intel Corp.
Harga minyak sedikit menurun setelah melonjak sekitar delapan persen minggu ini menyusul keputusan Trump menargetkan Rosneft dan Lukoil, karena pembicaraan damainya dengan Presiden Vladimir Putin “tidak ke mana-mana”. Langkah ini diikuti putaran tindakan baru dari Uni Eropa saat para pemimpin mencoba menekan Moskow mengakhiri invasi tiga setengah tahun ke Ukraina.
Menurut analis industri, kedua perusahaan tersebut menyumbang sedikit lebih dari setengah produksi minyak Rusia, dan keduanya juga memproduksi gas alam. Para pengamat memperingatkan bahwa meskipun langkah ini bisa menyebabkan pasar minyak mentah defisit tahun depan, dampaknya tergantung efektivitas pelaksanaan sanksi.
Ray Attrill dari National Australia Bank menekankan, “Melihat adalah mempercayai di sini. Meskipun berita ini membuat harga Brent naik dari $63 menjadi $66 per barel, dan dari $61 di awal minggu, kenyataannya kemungkinan besar minyak Rusia akan tetap diekspor dalam jumlah hampir sama seperti sekarang melalui jalur yang berliku-liku dan dengan penyamaran yang rumit.”
Investor kini sangat menantikan rilis data harga konsumen AS yang sempat tertunda akibat penutupan pemerintah di Washington. Meskipun data ini akan dipantau ketat untuk implikasinya terhadap kebijakan Federal Reserve, pasar secara luas memperkirakan bank sentral akan menurunkan suku bunga lagi saat rapat minggu depan.
Editor: Rizki Nugraha
