Trump Usulkan Pembagian Donbas untuk Akhiri Invasi Rusia di Ukraina

Posted on

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Minggu (19/10) mengatakan bahwa Ukraina dan Rusia seharusnya menghentikan pertempuran di garis depan dan mulai bernegosiasi untuk mengakhiri perang, meski artinya harus melepas wilayah timur Donbas yang saat ini berada di bawah pendudukan Moskow.

“Kami berpikir bahwa yang seharusnya mereka lakukan adalah menghentikan perang di garis tempat mereka berada, garis terdepan, pulang, berhentilah membunuh orang, dan selesai,” kata Trump kepada wartawan di atas pesawat kepresidenan Air Force One dalam perjalanan dari Florida ke Washington.

Trump menambahkan bahwa sekitar “78 persen wilayah tersebut telah diambil oleh Rusia,” dan bahwa sisanya “sangat sulit untuk dinegosiasikan.” Ia menegaskan, “Biarkan saja seperti sekarang. Wilayah ini toh sudah terpecah. Mereka bisa bernegosiasi lagi di kemudian hari.”

Pernyataan itu muncul dua hari setelah pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih pada Jumat (17/10). Ketika ditanya apakah ia meminta Zelensky menyerahkan Donbas kepada Rusia, Trump membantah. “Tidak. Kami tidak pernah membicarakannya,” ujarnya.

Namun, Financial Times, mengutip sumber anonim, melaporkan bahwa Trump diduga mendesak Zelensky untuk menyerahkan seluruh wilayah Donbas sebagai bagian dari usulan penghentian perang, langkah yang akan memberikan keuntungan strategis besar bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.

Sebelumnya, wilayah industri Donbas, yang mencakup Donetsk dan Luhansk, menjadi salah satu wilayah paling diperebutkan dalam konflik Rusia-Ukraina karena kaya akan sumber daya alam dan pusat industri berat Ukraina. Wilayah ini memiliki cadangan batu bara, bijih besi, serta infrastruktur pabrik besar yang menjadi tulang punggung ekonomi Ukraina timur, sehingga pendudukan Donbas menjamin kendali terhadap sumber daya strategis.

Selain faktor ekonomi, posisi geostrategis Donbas yang berbatasan dekat dengan Rusia membuat wilayah ini penting secara politik dan militer. Sebagian penduduknya berbahasa Rusia dan pro-Rusia, sehingga sejak 2014 muncul konflik separatis.

Presiden Zelensky pada Senin pagi (20/10) mengatakan bahwa ia siap bergabung dengan Trump dan Putin dalam pertemuan puncak yang direncanakan di Budapest, Hungaria, jika mendapat undangan resmi.

“Jika saya diundang ke Budapest, baik dalam format pertemuan bersama atau diplomasi shuttle, kami akan setuju,” kata Zelensky kepada wartawan di Kyiv.

Trump dan Putin sebelumnya menyatakan bahwa mereka akan bertemu di ibu kota Hungaria dalam beberapa minggu mendatang. Pertemuan tersebut diharapkan menjadi bagian dari upaya baru Trump untuk menengahi kesepakatan damai guna mengakhiri perang Rusia, Ukraina yang telah berlangsung sejak Februari 2022.

Zelensky kembali ke negaranya pada Minggu malam (19/10), setelah melakukan kunjungan tiga hari ke Washington. Setibanya di Kyiv, ia menegaskan bahwa Ukraina “tidak akan pernah memberikan imbalan apa pun kepada teroris atas kejahatan mereka.”

“Kami mengandalkan mitra kami untuk menjunjung tinggi posisi ini,” tulis Zelensky di media sosial, merujuk pada koalisi sukarela 33 negara untuk keamanan Ukraina, yang mencakup Inggris, Prancis dan Jerman. Ia mendesak negara sekutu untuk “tidak menuruti atau berusaha menenangkan Rusia” dan menyerukan “langkah-langkah tegas” dari Eropa serta Amerika Serikat.

Zelensky bertolak ke Washington pada Jumat (17/10) untuk bertemu dengan Presiden AS Donald Trump. Kunjungan ini dilakukan setelah lobi selama berminggu-minggu dari Ukraina untuk memperoleh pasokan rudal jarak jauh Tomahawk dari Washington. Namun, pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil, karena Trump ingin lebih fokus mencari solusi kebuntuan di Ukraina melalui “terobosan diplomatik baru,” yang diyakini terinspirasi dari kesepakatan damai Gaza sepekan sebelumnya.

Setelah pertemuan tersebut, Trump menulis di media sosial bahwa pembicaraannya dengan Zelenskyy “sangat menarik dan bersahabat,” namun ia menambahkan, “Saya mengatakan kepadanya, seperti yang juga saya sarankan dengan tegas kepada Presiden Putin, bahwa sudah waktunya untuk menghentikan pembunuhan, dan membuat PERJANJIAN!”

Sebelumnya, Trump telah memperingatkan Rusia bahwa AS mungkin akan mengirimkan misil Tomahawk ke Ukraina jika konflik tidak segera diselesaikan. Namun, dalam pertemuan itu, ia tidak memberikan jaminan pengiriman senjata dan justru mengusulkan agar Ukraina dan Rusia menghentikan pertempuran di garis depan saat ini, lalu menyelesaikan perselisihan teritorial kemudian, pendekatan yang tidak disambut baik oleh Ukraina.

Sementara itu, serangan udara Rusia terus menargetkan infrastruktur energi Ukraina, termasuk rumah sakit di Kharkiv yang terpaksa mengevakuasi pasien akibat serangan tersebut. Zelenskyy menekankan kebutuhan mendesak akan sistem pertahanan udara tambahan dari AS dan sekutunya untuk melindungi warga sipil dan infrastruktur penting.

Meskipun ada penurunan signifikan dalam bantuan militer dari AS pada Juli dan Agustus, hingga kini belum ada langkah konkret untuk memenuhi permintaan Ukraina. Secara keseluruhan, meskipun ada upaya diplomatik antara AS dan Ukraina, hasilnya terbatas, sementara kekhawatiran Ukraina mengenai kurangnya dukungan militer signifikan dari AS terus berlanjut.

Rusia kembali melancarkan serangan terhadap pasokan energi Ukraina pada Jumat malam hingga Sabtu, menyusul pembicaraan di Washington yang bertujuan mengakhiri perang, menegaskan bahwa konflik masih jauh dari selesai.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Rahka Susanto

Editor: Rizki Nugraha

Trump diduga desak Zelensky serahkan Donbas

Zelensky siap hadiri pertemuan puncak di Budapest

Zelensky pulang dengan tangan kosong?