Anggota Komisi I DPR RI, Junico Siahaan, menyoroti penahanan seorang warga negara Indonesia (WNI) di Amerika Serikat (AS) bernama Aditya Wahyu Harsono. Junico mendesak (Kemlu) dan seluruh jajaran perwakilan diplomatik Indonesia di AS aktif memberikan pendampingan.
“Kami mendesak Kemlu dan KJRI Chicago untuk terus memberikan pendampingan maksimal terhadap WNI kita yang ditangkap di Amerika Serikat. Ini bukan hanya soal kasus hukum perorangan, tetapi menyangkut marwah negara dalam melindungi warganya di luar negeri,” kata Junico Siahaan kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).
Ia meminta pendampingan secara hukum dilakukan secara profesional. Junico berharap pemerintah serius dalam memperjuangkan hak-hak setiap warga negaranya.
“Indonesia harus menunjukkan bahwa kita serius dalam memperjuangkan hak-hak hukum setiap warga negara, apalagi ketika menghadapi sistem hukum asing yang memiliki dinamika dan tantangan tersendiri. Pendampingan hukum harus dilakukan secara intens dan profesional,” tuturnya.
Nico menilai kasus yang menjerat Aditya menjadi pengingat bahwa dinamika sosial-politik di negara seperti AS sangat kompleks. Dia mengimbau WNI yang bermigran untuk cermat melihat situasi di negeri orang.
“Kami mengimbau WNI, khususnya pelajar dan diaspora di AS, untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan menyuarakan opini. Ini bukan soal membatasi kebebasan berekspresi, tetapi lebih kepada memahami konteks politik dan hukum yang berlaku di negara tempat tinggal masing-masing,” ungkap Nico.
Menurut Nico, kebebasan berekspresi merupakan hak setiap orang. Kendati demikian, ia mengingatkan setiap WNI untuk mempertimbangkan secara matang dalam menyuarakan suara di negara orang.
“Saya hanya mengimbau untuk lebih berhati-hati. Bukan kita mengesampingkan sisi kemanusiaan dan juga solidaritas, tapi ketika kita menyampaikan isu hari ini di Amerika, saya harap bisa berpikirlah seribu kali untuk itu, apalagi dengan posisi sebagai pendatang,” sebutnya.
Lebih lanjut, Nico meminta pemerintah untuk hadir dan aktif melindungi warganya yang berada di luar negeri. Ia mendorong adanya bantuan hukum terbaik dari pemerintah bagi Aditya.
“Negara harus hadir untuk memberikan perlindungan hukum dan bantuan diplomatik sebesar-besarnya. Itu adalah mandat konstitusi yang tidak boleh diabaikan,” kata Nico.
“Maka kehadiran negara sangat diperlukan. Kita tahu Amerika Serikat ini negara yang unik. Kalau mau dibilang aneh juga bisa. Terutama dengan pemimpinnya yang sekarang, peraturannya sering berubah-ubah,” tambahnya.
Nico mengingatkan pentingnya Indonesia segara mengisi posisi Duta Besar RI untuk Amerika Serikat yang sudah kosong selama dua tahun. Ia mengatakan kehadiran sangat diperlukan, utamanya untuk menangani berbagai kasus terkait WNI yang berada di negeri Paman Sam itu.
“Tanpa kehadiran duta besar, respons terhadap kasus-kasus seperti ini bisa menjadi lebih lambat dan tidak maksimal. Kita butuh wakil yang mampu membuka dialog langsung dengan pemerintah AS demi melindungi kepentingan warga kita,” ujar politikus PDIP ini.
Kehadiran Duta Besar, katanya, tak hanya berfungsi sebagai perwakilan Indonesia di negara lain tapi juga untuk penguatan diplomasi perlindungan WNI. Khususnya, kata Nico, dalam konteks kasus-kasus hukum yang bersinggungan dengan isu politik, sosial, atau HAM di negara tempat WNI berada.
“Kasus seperti ini harus menjadi momentum refleksi. Perwakilan kita di luar negeri bukan hanya menjadi penjaga hubungan bilateral, tetapi juga garda depan perlindungan warga negara,” jelas Nico.
“Seperti yang disampaikan Ketua DPR, Ibu Puan Maharani, kami berharap pemerintah segera mengirimkan nama calon Dubes RI untuk AS untuk dipertimbangkan oleh DPR. Dengan begitu, posisi Dubes kita di AS yang kini kosong bisa segera terisi dan memaksimalkan fungsi diplomasi,” imbuhnya.
Diketahui, Aditya Wahyu Harsono, WNI berusia 33 tahun yang tinggal di Marshall, Minnesota, ditangkap oleh sejumlah agen Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) di tempat kerjanya pada 27 Maret lalu seperti dilansir CBS News dan media lokal The Minnesota Star Tribune, Senin (14/4).
Pengacaranya, Sarah Gad, menuturkan Aditya ditangkap oleh para agen ICE hanya beberapa hari setelah visa mahasiswanya dicabut secara tiba-tiba. Pencabutan visa mahasiswa itu, menurut Gad, sama sekali tidak diberitahukan kepada kliennya sebelumnya.