Iran Kini Tak Lagi Terikat pada Pembatasan Program Nuklirnya

Posted on

Pemerintahmenyatakan bahwa kini mereka tidak lagi terikat pada pembatasan, seiring kesepakatan penting antara Iran dan negara-negara adidaya dunia telah berakhir. Namun, Teheran menegaskan kembali “komitmennya terhadap diplomasi”.

Kesepakatan tahun 2015 — yang ditandatangani di Wina, Austria oleh Iran, China, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat — mengakibatkan pencabutan sanksi internasional terhadap Republik Islam tersebut dengan imbalan pembatasan program nuklirnya.

Namun, pakta tersebut telah berantakan setelah Washington secara sepihak menarik diri selama masa jabatan pertama Presiden Donald Trump, dan Iran kemudian menarik kembali komitmennya.

Penerapan kembali sanksi PBB bulan lalu atas desakan tiga negara penandatangan kesepakatan dari Eropa membuat kesepakatan tersebut secara efektif tidak berlaku lagi.

Mulai sekarang, “semua ketentuan (kesepakatan), termasuk pembatasan program nuklir Iran dan mekanisme terkaitnya, dianggap berakhir”, demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran pada hari berakhirnya pakta tersebut.

“Iran dengan tegas menyatakan komitmennya terhadap diplomasi,” tambahnya, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (18/10/2025).

Negara-negara Barat telah lama menuduh Iran diam-diam berupaya mengembangkan senjata nuklir. Hal ini berulang kali dibantah, yang bersikeras bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil seperti produksi energi.

“Hari berakhirnya” kesepakatan tersebut ditetapkan pada 18 Oktober 2025, tepat 10 tahun setelah diabadikan dalam resolusi Dewan Keamanan PBB 2231.

Kesepakatan tersebut membatasi pengayaan uranium Iran pada tingkat 3,67 persen dengan imbalan keringanan sanksi dan memberikan pengawasan ketat terhadap aktivitas nuklirnya oleh badan pengawas nuklir PBB, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Namun, Washington meninggalkan kesepakatan tersebut pada tahun 2018 dan menerapkan kembali sanksi-sanksi. Setelah itu Teheran pun mulai meningkatkan program nuklirnya.

Menurut IAEA, Iran adalah satu-satunya negara tanpa program senjata nuklir yang memperkaya uranium hingga 60 persen. Angka tersebut mendekati ambang batas 90 persen yang dibutuhkan untuk sebuah bom, dan jauh di atas tingkat yang dibutuhkan untuk penggunaan nuklir sipil.

Kesepakatan tersebut membatasi pengayaan uranium Iran pada tingkat 3,67 persen dengan imbalan keringanan sanksi dan memberikan pengawasan ketat terhadap aktivitas nuklirnya oleh badan pengawas nuklir PBB, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Namun, Washington meninggalkan kesepakatan tersebut pada tahun 2018 dan menerapkan kembali sanksi-sanksi. Setelah itu Teheran pun mulai meningkatkan program nuklirnya.

Menurut IAEA, Iran adalah satu-satunya negara tanpa program senjata nuklir yang memperkaya uranium hingga 60 persen. Angka tersebut mendekati ambang batas 90 persen yang dibutuhkan untuk sebuah bom, dan jauh di atas tingkat yang dibutuhkan untuk penggunaan nuklir sipil.