Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengajukan gugatan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI ke (MK). Mereka mengajukan gugatan untuk mendorong reformasi TNI ke depannya.
“Kami hari ini memasukkan permohonan uji materiil terhadap beberapa ketentuan pasal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI,” ujar perwakilan dari LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, di MK, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
Uji materiil ini kelanjutan dari uji formil yang sebelumnya telah diajukan dan diputus kalah. Ada sejumlah pasal di undang-undang tersebut yang digugat.
“Pasal 7 ayat 2 huruf B angka 9 dan 15, itu intinya soal operasi militer selain perang yang membuka ruang bagi militer untuk membantu pemerintah daerah,” sebutnya.
“Kami nilai di situ perlu diuji karena tidak ada batasan hukum yang jelas soal itu kemudian yang angka 15 adalah TNI diberi ruang untuk membantu menanggulangi ancaman siber,” tambahnya.
Kemudian, Pasal 7 ayat 4 yang membuka ruang bagi eksekutif untuk lakukan operasi militer selain perang. Lalu Pasal 47 ayat 1 terkait jabatan sipil di luar struktur TNI.
“Beberapa di antaranya yang kami persoalkan dan akan kami uji di Mahkamah Konstitusi adalah TNI dapat masuk pada jabatan Kesekretariatan Presiden, jabatan di Kejaksaan Agung, dan Badan Narkotika Nasional,” ujarnya.
Kemudian Pasal 53 ayat 1 dan 2 terkait masa jabatan pensiun bagi TNI. Dan ada juga dari Pasal 74 Undang-Undang 34 Tahun 2004 yang diuji.
“Karena ada pasal 74 ini dan tidak kunjung dilakukan perubahan atau pembentukan terhadapnya, maka pasal 65 tadi yang dengan tegas bilang militer diadili di peradilan umum apabila melakukan tindak pidana umum, menjadi tidak berdaya guna,” tuturnya.
Sementara itu, Arif Maulana, yang perwakilan dari YLBHI, menyebut dalam mengajukan gugatan itu turut menyertakan 85 alat bukti. Gugatan permohonan diajukan secara tertulis dan elektronik.
“Dan tadi di dalam kita sudah menyampaikan permohonan secara tertulis maupun elektronik disertai dengan 85 alat bukti,” ujarnya.
Permohonan diajukan total 8 pihak. Yaitu terdiri 5 organisasi masyarakat sipil, 3 dari perorangan, dan 2 mahasiswa. Lima organisasi masyarakat sipil itu adalah Imparsial, YLBHI, KontraS, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan LBH APIK Jakarta.
Kemudian, Pasal 7 ayat 4 yang membuka ruang bagi eksekutif untuk lakukan operasi militer selain perang. Lalu Pasal 47 ayat 1 terkait jabatan sipil di luar struktur TNI.
“Beberapa di antaranya yang kami persoalkan dan akan kami uji di Mahkamah Konstitusi adalah TNI dapat masuk pada jabatan Kesekretariatan Presiden, jabatan di Kejaksaan Agung, dan Badan Narkotika Nasional,” ujarnya.
Kemudian Pasal 53 ayat 1 dan 2 terkait masa jabatan pensiun bagi TNI. Dan ada juga dari Pasal 74 Undang-Undang 34 Tahun 2004 yang diuji.
“Karena ada pasal 74 ini dan tidak kunjung dilakukan perubahan atau pembentukan terhadapnya, maka pasal 65 tadi yang dengan tegas bilang militer diadili di peradilan umum apabila melakukan tindak pidana umum, menjadi tidak berdaya guna,” tuturnya.
Sementara itu, Arif Maulana, yang perwakilan dari YLBHI, menyebut dalam mengajukan gugatan itu turut menyertakan 85 alat bukti. Gugatan permohonan diajukan secara tertulis dan elektronik.
“Dan tadi di dalam kita sudah menyampaikan permohonan secara tertulis maupun elektronik disertai dengan 85 alat bukti,” ujarnya.
Permohonan diajukan total 8 pihak. Yaitu terdiri 5 organisasi masyarakat sipil, 3 dari perorangan, dan 2 mahasiswa. Lima organisasi masyarakat sipil itu adalah Imparsial, YLBHI, KontraS, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan LBH APIK Jakarta.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.