Hamparan seluas lebih dari 30 lapangan sepakbola terbentang sejauh mata memandang. Lanskap ini mengingatkan salah satu adegan ikonik di film Interstellar garapan Christopher Nolan.
Ladang jagung di Interstellar begitu berkesan sebagai pembuka ketika pemeran utamanya, Cooper (diperankan Matthew McConaughey), bersama anaknya, yaitu Murph (diperankan Mackenzie Foy), mengejar drone nyasar. Saat itu Cooper membelah ladang jagung itu dengan truknya bersama Murph.
Film itu berkisah tentang Bumi yang sekarat sehingga tanaman pokok punah menyisakan satu-satunya tanaman yang masih bisa tumbuh baik, yaitu jagung. Ladang jagung itu menjadi simbol terakhir pertahanan manusia.
Menariknya, ladang jagung di film itu asli yang sengaja ditanam di Alberta, Kanada, seluas 500 hektare. Nolan memilih cara ini tanpa menggunakan efek komputer untuk menciptakan tampilan yang autentik dan dramatis. Selepas film pun ladang jagung itu dipanen, bahkan menghasilkan keuntungan.
Nah, di salah satu sudut Kabupaten Serang, tepatnya di Desa Mekar Baru, Kecamatan Kopo, ada pula hamparan ladang jagung meski tak seluas di film Interstellar. Tanah 22 hektare itu sebelumnya merupakan lahan tidur milik PT Cakung Remaja Development, yang dimanfaatkan untuk ketahanan pangan.
Siang itu di bulan November 2025, Adi (46) tengah bersantai di gubuk dekat hamparan pohon jagung yang sudah cukup tinggi.
“Januari nanti insyaallah bakal panen,” kata Adi.
Adi bersama Kelompok Tani Harapan dipercaya menggarap lahan 22 hektare ini menjadi ladang jagung sejak tahun lalu. Dia diberdayakan Polres Serang yang juga menyiapkan bantuan bibit dan pupuk.
“Bahkan dibuatkan sambungan air dari PAM ke ladang, karena tak ada sumur,” ujarnya.
Bukan tanpa alasan, lahirnya ladang jagung itu berdasar arahan Presiden Prabowo Subianto yang memang menggalakkan ketahanan pangan nasional. Jagung pun dipilih karena relatif cepat dipanen, yaitu sekitar 3 bulan, serta lebih tahan lama untuk dikonsumsi.
“Kemarin menghasilkan 120 ton bonggol, kemudian dipipil dan dikeringkan menjadi 25 ton,” kata Adi berkisah tentang panen jagung kuartal III pada September lalu.
Kapolres Serang AKBP Condro Sasongko meyakini swasembada pangan tidak akan tercapai jika lahan tidur tidak dioptimalkan. Ia mendorong jajarannya di tingkat polsek untuk mencari dan memanfaatkan lahan tidur.
“Kami berharap gerakan ini bisa mendorong swasembada pangan. Dari sekitar 400 hektare lahan jagung di wilayah Polres Serang, sekitar 60 persen itu memanfaatkan lahan tidur,” kata Condro.
Condro mengaku tidak menemukan kendala saat menghubungi pemilik lahan dan meminta izin mengolahnya. Mereka, kata dia, langsung setuju.
“Nggak ada kendala. Mereka setuju dan langsung. Hal yang penting adalah menjaga integritas kita agar dipercaya. Itu sebenarnya yang susah,” katanya.
Ia menambahkan bahwa kebutuhan pertanian harus disiapkan apabila petani ingin menggarap lahan. Baginya, petani tidak akan bergerak dan berkembang tanpa dorongan.
“Kita sediakan semuanya. Sampai kita juga bikin pupuk organik, Pak Bhabin,” katanya.
Selain itu, pemilihan petani dan model kerja sama juga penting. Ia memilih petani yang benar-benar mampu, meski harus mendatangkan dari luar Serang.
“Kalau kerja sama saya tak mau yang bayar harian, tapi lebih ke hasil panen untuk mereka. Karena dengan begitu mereka punya rasa memiliki, dan kalau nggak panen mereka rugi,” ujarnya.
Untuk lahan yang dikelola Kelompok Tani Harapan, Condro menyebut 100 persen hasil pertanian menjadi milik petani. “Perusahaan tidak meminta bagian,” katanya.
Polres Serang juga memastikan ada pihak yang membeli jagung dari petani. Saat ini, seluruh jagung binaan Polres Serang dibeli Bulog dengan harga Rp 5.500 sesuai HPP.
“Kalau yang di Kopo itu, Bulog ambil sendiri ke lokasi,” katanya.
Kapolsek Kopo Iptu Aripin Simbolon menceritakan proses komunikasi dengan PT Cakung Remaja Development untuk mengolah lahan tersebut. Aripin awalnya melihat lahan tidur yang tidak dimanfaatkan.
“Saya lihat lahannya, di bagian depannya ada ditanam alpukat sedikit. Lalu saya cari pemilik lahannya dan ketemu. Pemiliknya di Rangkasbitung,” ujar Aripin.
Aripin berkoordinasi dengan Polres Serang soal pemanfaatan lahan. Awalnya ia mengajak kelompok tani mengolah sekitar tiga hektare sambil membangun komunikasi dengan pemilik.
Ia kemudian membawa pemilik perusahaan untuk melihat tanaman jagung. Karena tertarik, pemilik perusahaan mengizinkan penggunaan lahan.
Komunikasi antara polisi dan pemilik lahan terus berjalan hingga akhirnya ada kerja sama resmi dan kelompok tani mendapat hak guna pakai.
Menurut Aripin, perusahaan memberikan izin asalkan tidak ada bangunan permanen di lokasi. Saat perusahaan memerlukan kembali lahannya, pemanfaatan bisa dihentikan.
“Kita juga sampaikan ke petani soal itu. Kemudian, kan jagung juga umurnya 3,5 bulan. Jadi kalau mau dipakai juga tunggu panen, tidak lama,” katanya.
Aripin mengatakan posisi polisi sebagai fasilitator sangat penting. Kehadiran polisi membuat perusahaan percaya lahan mereka akan dikelola dengan baik.
“Perusahaan juga melihat, ‘oh polisi yang ini. Nggak bakal ada macam-macam’,” ujarnya.
Simak juga Video: Polri Tanam Jagung 1 Juta Hektare di DIY, Upaya Dukung Ketahanan Pangan Nasional
