Truk-truk bantuan mulai memasuki Jalur Gaza dari Mesir beberapa jam setelah Israel menyetujui desakan internasional untuk menghentikan perang demi memfasilitasi jeda kemanusiaan di wilayah Palestina.
“Truk-truk bantuan Mesir mulai memasuki Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah,” tulis Al-Qahera News di platform X, disertai rekaman konvoi yang bergerak di wilayah perbatasan.
Dalam pernyataan yang diunggah di X pada Sabtu malam (26/07), Kementerian Luar Negeri Israel mengumumkan penerapan “jeda kemanusiaan” di kantung-kantung permukiman sipil dan di sepanjang koridor kemanusiaan guna memungkinkan distribusi bantuan di Gaza.
Pada Minggu (27/07), militer Israel mengatakan bahwa “koridor kemanusiaan” akan memungkinkan truk bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyuplai makanan dan kebutuhan penting lainnya kepada warga Gaza.
Dalam pernyataannya, Israel kembali menyalahkan PBB atas kegagalan mendistribusikan bantuan di wilayah tersebut.
Merespons kritik dari Tel Aviv, PBB membantah bertanggung jawab atas kegagalan dalam mendistribusikan bantuan kepada warga Gaza. Adalah Israel yang selama ini tidak mengizinkan penyaluran bahan pangan, air, dan bantuan kemanusiaan lainnya secara aman.
Sebelumnya, pemerintah Israel menyatakan telah memulai melemparkan bantuan lewat udara pada Sabtu (26/07). Mereka juga menambahkan bahwa “Israel menolak tuduhan palsu tentang propaganda ‘kelaparan’ yang dilancarkan oleh Hamas.”
Kepala bantuan kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, menyambut baik pengumuman Israel mengenai jalur darat yang aman untuk pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
“Kami menyambut baik pengumuman jeda kemanusiaan di Gaza untuk memungkinkan bantuan kami masuk,” tulis Fletcher di X.
Koordinator bantuan darurat PBB itu mengatakan bahwa ia “berhubungan dengan tim di lapangan, yang akan melakukan segala yang kami bisa untuk menjangkau sebanyak mungkin orang kelaparan selama periode ini.”
Sementara itu, Program Pangan Dunia (WFP) PBB menyerukan kepada Israel untuk segera meningkatkan bantuan pangan “tanpa penundaan lebih lanjut” bagi warga Gaza, setelah truk bantuan pertama dari Mesir tiba di wilayah Palestina tersebut.
Dalam unggahannya di X, WFP menyebut bahwa mereka telah memiliki, atau tengah mengirimkan persediaan makanan yang cukup untuk memberi makan seluruh penduduk Gaza sebanyak 2,1 juta jiwa selama hampir tiga bulan ke depan.
Unggahan itu juga menyebut bahwa tim WFP telah “mengirimkan 350 truk bermuatan bantuan pangan ke Gaza minggu lalu dalam kondisi yang sangat menantang dan membahayakan warga sipil maupun pekerja kemanusiaan.”
Namun, WFP memperingatkan bahwa jumlah tersebut baru mencakup sedikit lebih dari setengah total konvoi yang diajukan untuk dikirimkan.
PBB memperkirakan sekitar 470.000 orang di Gaza hidup dalam kondisi kelaparan.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Minggu (27/07) juga memperingatkan bahwa malnutrisi di Gaza berada pada “level yang berbahaya.”
“Pemblokiran dan penundaan bantuan makanan, kesehatan, dan kemanusiaan skala besar secara disengaja telah merenggut banyak nyawa,” kata WHO dalam pernyataan yang diposting di X.
Sepanjang tahun 2025, tercatat 74 kematian yang terkait dengan malnutrisi — 63 di antaranya terjadi pada bulan Juli, termasuk 24 anak di bawah usia lima tahun.
“WHO menyerukan upaya segera dan berkelanjutan untuk membanjiri Jalur Gaza dengan makanan bergizi yang beragam dan mempercepat pengiriman pasokan terapeutik bagi anak-anak serta kelompok rentan, juga obat-obatan dan perlengkapan penting,” demikian isi pernyataan tersebut.
WHO menekankan bahwa aliran bantuan harus “konsisten dan tanpa hambatan untuk mendukung pemulihan dan mencegah kondisi memburuk lebih lanjut.”
Sebelumnya pada Sabtu (26/07), pasukan Israel menyita kapal aktivis pro-Palestina bernama Handala di perairan internasional dan menahan awak kapal sebelum mengawal kapal tersebut ke pelabuhan.
Operator kapal, Freedom Flotilla Coalition, menyatakan militer Israel “mencegat kapal secara brutal” di perairan internasional sekitar 40 mil laut dari Gaza, memutus kamera dan komunikasi sesaat sebelum tengah malam pada Sabtu.
“Seluruh muatan kapal bersifat non-militer, sipil, dan ditujukan untuk langsung didistribusikan kepada warga yang mengalami kelaparan dan kehancuran layanan medis di bawah blokade ilegal Israel,” kata kelompok itu dalam pernyataannya.
Kementerian Luar Negeri Israel mengonfirmasi bahwa kapal Handala disita untuk mencegahnya memasuki wilayah pesisir Gaza.
Sebelumnya, pada 9 Juni, kapal lain bernama Madleen yang membawa aktivis asal Swedia, Greta Thunberg, juga dicegat oleh militer Israel di perairan internasional dan ditarik ke Ashdod.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani
Editor: Prita Kusumaputri dan Rizki Nugraha