Umat Kristen Gaza Berduka atas Kematian Paus Fransiskus

Posted on

“Saya memberkatimu. Jangan takut, saya menyertaimu. Tetaplah sehat dan tetaplah teguh dalam imanmu.”

Itu adalah kata-kata terakhir Paus Fransiskus kepada George Antone, kepala komite darurat Gereja Katolik di Gaza, dalam panggilan telepon terakhir mereka sekitar dua pekan lalu.

Paus Fransiskus, yang menderita pneumonia dan dirawat di rumah sakit selama sekitar satu bulan, meninggal pada Senin (21/04) pagi setelah mengalami stroke dan gagal jantung, menurut Vatikan.

Panggilan telepon yang dilakukan mendiang Paus Fransiskus sehari-hari dengan umat paroki Gereja Keluarga Kudus di Gaza adalah sumber kekuatan mereka, ujar Antone kepada BBC.

“Perkataan Paus Fransiskus kepada kami menghapus rasa takut dari hati kami dan menanamkan rasa aman dalam diri kami. Hari ini, kami merasa sedih sekaligus yatim piatu,” tuturnya.

Selama perang yang sedang berkecamuk di Gaza, Paus Fransiskus tiap hari melakukan panggilan telepon kepada satu-satunya paroki Katolik di Jalur Gaza.

Dia berbicara langsung dengan Pastor Gabriel Romanelli dan anggota komunitas Katolik lainnya.

Kematian Paus Fransiskus mengakibatkan duka mendalam bagi komunitas Kristen di Gaza. (Getty Images)

Antone kemudian menjelaskan bagaimana panggilan telepon sehari-hari dengan Paus Fransiskus berlangsung.

“Paus Fransiskus biasanya menelepon Pastor Gabriel melalui ponselnya, dan umat paroki akan hadir pada saat itu. Ada sekitar 450 orang di sana, dan dia akan berbicara kepada kami melalui pengeras suara.”

“Melalui fitur video, dia akan melihat kami dan kami akan berbicara kepadanya bersama-sama dan dia akan memberkati kami.”

Antone ingat betapa personal panggilan telepon Paus tersebut.

BBC

BBC News Indonesia

Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.

BBC

“Dia selalu berkata kepada kami: ‘Jangan takut, saya bersama kalian.'”

“Dia bertanya pada kami: ‘Apa kalian sudah makan? Apakah kalian punya air? Apakah kalian punya cukup makanan? Apakah kalian sudah makan hari ini? Bagaimana kabar anak-anak kalian? Bagaimana kesehatan kalian? Apakah kalian punya obat?’ Beliau bertanya tentang tiap aspek kehidupan.”

Antone, seperti kebanyakan umat Katolik di Gaza, menggambarkan Paus Fransiskus sebagai “seorang ayah yang luar biasa”.

BBCPastor Gabriel Romanelli (tampak sedang menyapa anggota paroki) bilang kepada BBC bahwa panggilan telepon Paus Fransiskus menjadi penyelamat komunitas Katolik di Gaza.

Pastor Gabriel mengatakan kepada BBC bahwa percakapan terakhirnya dengan Paus Fransiskus terjadi pada Sabtu Suci saat malam Paskah.

“Paus Fransiskus menelepon kami pada Malam Paskah, sebelum Misa pada Sabtu lalu. Ia mengucapkan terima kasih atas pengabdian kami dan atas doa-doa kami padanya, serta memberkati kami.”

“Dia sedang sakit, dan panggilan telepon itu berlangsung tak lebih dari satu atau dua menit.”

Pastor Gabriel menambahkan bahwa kabar kematian Paus “datang sebagai kejutan dan kesedihan”, terutama karena komunikasi sehari-hari mereka telah menjadi penyelamat bagi komunitas Katolik yang kecil itu.

Itu karena, “kami sudah terbiasa dengan Paus Fransiskus, sejak awal perang, yang selalu menelepon kami tiap hari untuk menindaklanjuti [perkembangan] situasi di Gaza dan berdoa bagi kami serta bagi perdamaian,” kata Gabriel.

“Kabar itu datang saat para pendeta dan saya ada di Gereja Ortodox Yunani saling mengucapkan selamat Paskah,” jelaskan kemudian.

Baik Paskah Katolik maupun Ortodoks jatuh pada hari yang sama tahun ini.

“Tentu saja, kami merasa sangat sedih karena telah kehilangan Paus dan seorang teman di paroki ini yang telah merawat kami sampai akhir.”

Pastor mengatakan pesan terakhir Paus Fransiskus kepada mereka menggemakan seruannya terkait perdamaian pada Minggu Paskah, termasuk seruan untuk mengakhiri perang di Gaza.

“Bahkan Minggu lalu, dari Basilika Santo Petrus di Vatikan, Paus Fransiskus menyerukan kepada dunia untuk menghentikan perang, terutama perang di Gaza.”

“Dia berbicara tentang penderitaan di Gaza dan menyerukan keadilan dan perdamaian bagi seluruh wilayah.”

EPAUmat Kristen menghadiri Misa Jumat Agung di Gereja Ortodoks Yunani St. Porphyrios di Kota Gaza, 18 April 2025.

“Ini adalah doa terakhirnya, seolah-olah dia telah mengirim pesan kepada dunia. Saya berharap para pemimpun dunia menerima pesan ini demi perdamaian antara Palestina dan Israel, dan demi semua orang di Gaza dan seluruh wilayah.”

Paus Fransiskus terakhir kali tampak di depan publik saat perayaan Paskah pada Minggu (20/04). Saat itu, dia muncul di Lapangan Santo Petrus untuk menyapa para jemaat setelah misa.

Meskipun kondisi kesehatannya sedang buruk, kala itu dia kembali menyerukan gencatan senjata di Gaza, menggambarkan situasi tersebut sebagai “tragis dan menyedihkan”.

Paus Fransiskus juga mendesak Hamas untuk membebaskan para sandera.

Pastor Gabriel kemudian merenungkan simbolisme wafatnya Paus Fransiskus yang bertepatan dengan rangkaian perayaan Paskah.

“Paus Fransiskus meninggal [selama periode] Paskah, perayaan kehidupan baru, kebangkitan Kristus dari kematian. Ini memberi kita tanda harapan dan optimisme bahwa dia telah mendedikasikan seluruh hidupnya pada Kristus dan Gereja.”

“Di satu sisi kami sangat sedih. Tapi di sisi lain, kami merasa terhibur bahwa setelah pelayanan panjang selama 88 tahun, dia telah mencapai kehidupan yang kekal.”

Umat Kristen di Gaza, yang jumlahnya tak lebih dari 1.100 orang di komunitas Ortodoks Yunani dan Katolik di wilayah tersebut, mewakili 0,05% dari total populasi Gaza.

Kematian Paus Fransiskus menjadi pukulan bagi mereka.

Musa Ayyad, pengungsi Kristen yang berlindung di Gereja Santo Prophyrius mengatakan kepada BBC Arabic bahwa kabar kematian Paus Fransiskus “seperti petir”.

“Kami kehilangan dia, dan ini adalah kehilangan yang sangat besar bagi kami.”

“Dia mendukung rakyat Gaza dengan sepenuh hati dan jiwa. Sebelum kematiannya, dan ketika kami mengetahui dia sakit, kami berdoa untuk kesembuhannya karena dia adalah orang yang cinta damai,” jelas Ayyad.

“Meskipun dia seorang Katolik, dia adalah bapak bagi semua komuntias Kristen,” tambahnya.

“Kami tidak bisa melupakan bagaimana dia berkomunikasi tiap hari dengan pendeta Katolik di Gaza untuk menanyakan keadaan kami, dan bagaimana berulang kali dia menegaskan seruannya untuk gencatan senjata di Gaza dalam tiap kunjungannya ke negara mana pun.”

Jurnalis yang juga umat Kristen di Gaza, Philip Jahshan, menggambarkan Paus Fransiskus sebagai “pendukung sejati” warga Gaza. Dia juga mengatakan bahwa kematian Paus adalah kehilangan besar “bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi warga Palestina.”

“Ingatlah bahwa dia menjadi pendukung kami. Ingatlah bahwa dia adalah obat mujarab yang sesungguhnya. Ingatlah komunikasinya sehari-hari. Ingatlah kerendahan hatinya saat dia berbicara kepada kami selama pengepungan, kematian, perang dan kelaparan.”

“Dia adalah tangan Tuhan,” tambahnya.

Selain duka, ada rasa cemas yang kian tebal di kalangan umat Kristen Gaza.

BBCGereja Keluarga Kudus adalah satu-satunya paroki Katolik di Jalur Gaza.

Ehab Eyyad, yang mengungsi dan berlindung di Gereja Keluarga Kudus, berkata: “Kami belum tahu siapa paus baru nanti. Apakah dia peduli kepada kami sebagaimana Paus peduli pada rakyat Gaza, atau apakah kami akan dilupakan?”

“Kami merasakan kesedihan yang mendalam, tapi kami juga khawatir tentang apa yang akan terjadi pada masa mendatang.”

“Sekarang kami hanya bisa berdoa agar Paus Fransiskus beristirahat dengan tenang dan kekal.”

Kini, sebuah konklaf yang beranggotakan 135 kardinal diperkirakan akan segera berkumpul untuk memilih paus berikutnya di Kapel Sistina.

Awal tahun ini, Paus Fransiskus mengutuk tindakan militer Israel, menyebut situasi kemanusiaan di Gaza “berbahaya dan memalukan”.

Pada Desember tahun lalu, menyusul kritik keras Paus terhadap tindakan Israel di Gaza, duta besar Vatikan, Uskup Agung Adolfo Tito Yllaana, dipanggil oleh kementerian luar negeri Israel.

Paus Fransiskus mengutuk pengeboman sekolah dan rumah sakit, dengan mengatakan: “Anak-anak dibom. Ini adalah barbarisme, bukan perang.”

Setelah kematian Paus Fransiskus diumumkan, Presiden Israel Isaac Herzog menggugah status di akun X dengan menggambarkan Paus Fransiskus sebagai “pria dengan iman yang dalam dan kasih sayang yang tak terbatas”, yang “mengabdikan hidupnya untuk mengangkat derajat kaum miskin dan menyerukan perdamaian di dunia yang bermasalah”.

“Saya sungguh berharap doanya untuk perdamaian di Timur Tengah dan untuk kembalinya para sandera [di Gaza] dengan selamat akan segera terkabul,” tulisnya.

Baca juga:

Kesedihan dan kecemasan umat Katolik di Gaza

Baca juga:

Baca juga: